Namun, Lutfi mengatakan kemajuan usaha industri tersebut terekam oleh Artificial Intelligence yang dimiliki perusahaan digital asing. "Kemudian disedot informasinya dan dibuat industrinya di Cina, serta diimpor barangnya ke Indonesia. "Mereka membayar US$ 44 ribu sebagai bea masuk, tapi menghancurkan industri UMKM tersebut."
Produk itu ternyata dijual sangat murah, yaitu sekitar Rp 1.900 per pcs. Akibatnya UMKM pun menjadi sulit bersaing dan akhirnya mati. "Inilah yang menyebabkan kebencian produk asing yang diutarakan presiden, karena kejadian perdagangan yang tidak adil, tidak menguntungkan, dan tidak bermanfaat," ujarnya.
Namun, Lutfi menegaskan bahwa presiden juga tidak mendukung proteksionisme. Pasalnya, pemerintah menilai bahwa sikap proteksionisme itu tidak akan memberikan nilai tambah untuk kesejahteraan Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengatakan Kementerian Perdagangan mesti memiliki kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional. Salah satunya dengan mendukung program Bangga Buatan Indonesia.
Sehingga, kata Jokowi, nantinya masyarakat bisa lebih mencintai produk Indonesia dibandingkan produk impor. Apalagi, Indonesia memiliki penduduk lebih dari 270 juta jiwa dan harusnya menjadi konsumen yang paling loyal terhadap produk dalam negeri.
"Jumlah 270 juta adalah pasar yang besar. Ajakan untuk cinta produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk dalam negeri, gaungkan. Gaungkan juga benci produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta, tapi juga benci. Jadi cinta barang kita, tapi benci produk luar negeri," ujar Jokowi dalam Pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Kamis, 4 Maret 2021.
Dengan menggaungkan slogan cinta produk lokal dan benci produk luar negeri, Jokowi berharap masyarakat Indonesia bisa menjadi konsumen paling loyal bagi produk dalam negeri.
Baca: Jokowi: Gaungkan Cinta Produk Indonesia, Benci Produk Luar Negeri