Melihat kondisi tersebut, pemerintah lalu memutar otak untuk bisa memulihkan perekonomian di 2021. Tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,5 persen-5,3 persen.
Tahun ini, pemerintah menyiapkan anggaran PEN sebesar Rp 699,43 triliun. Angka tersebut naik sebesar 21 persen dari realisasi sementara 2020 yang sebesar Rp 579,78 triliun.
Namun demikian, pemerintah menurunkan anggaran perlindungan sosial dari Rp 220,39 triliun di tahun lalu menjadi Rp 157,41 triliun di 2021. Sri Mulyani mengatakan pada tahun ini pemerintah akan berfokus kepada masyarakat kelompok 40 persen terbawah. Hal ini menyebabkan adanya program yang tidak dilanjutkan, antara lain bantuan subsidi upah untuk pegawai bergaji di bawah Rp 5 juta.
Di sisi lain, pemerintah menaikkan alokasi untuk anggaran kesehatan menjadi Rp 176,3 triliun dari tahun lalu Rp 63,51 triliun. Anggaran tersebut ditambah salah satunya untuk mendukung program vaksinasi sepanjang tahun ini. Ia menilai program ini penting untuk menjaga kesehatan publik, serta untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat agar berkegiatan lagi.
Melalui anggaran PEN tersebut, pemerintah juga meningkatkan dukungan untuk dunia usaha. "Untuk jump-start aktivitas ekonomi dan menjaga keberlangsungan sektor strategis," ujar dia. Dukungan ini juga diarahkan untuk menstimulasi permintaan masyarakat yang tertahan di masa pandemi, khususnya pada kelas menengah.
Anggaran yang disiapkan pemerintah antara lain Rp 122,44 triliun untuk program prioritas, Rp 184,83 triliun untuk dukungan UMKM dan korporasi, serta Rp 58,46 triliun untuk insentif usaha. Belakangan, pemerintah juga meluncurkan program PPnBM ditanggung pemerintah untuk kendaraan bermotor dan PPN ditanggung pemerintah untuk perumahan, yang masuk ke dalam insentif usaha.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance alias Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan anggaran yang disiapkan untuk pemulihan ekonomi nasional sudah cukup tinggi. Namun implementasi dan efektivitas menjadi persoalan berikutnya.
"Efektivitas jadi masalah. Pengaruhnya gimana, selama masih ketidakpastian, Covid-19 nya tinggi, maka efektivitas semakin rendah. Kalau tidak ada penanganan dari PEN, misal vaksin tidak memadai, maka efektivitas untuk ekonomi akan semakin rendah," ujar Tauhid dalam webinar, Ahad, 7 Februari 2021.