Pekerja di sektor pariwisata tercatat paling banyak terkena pemecatan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI merekam hotel yang tutup sepanjang PSBB ketat mencapai lebih dari 1.200 sehingga ratusan ribu karyawan terdampak imbasnya. Selain pekerja pariwisata, pelaku usaha yang bergerak di sektor UMKM turut kehilangan pekerjaannya.
Di pasar spot, resesi membuat saham emiten-emiten terdampak Covid-19 rontok. Garuda Indonesia alias GIAA, contohnya, mengalami penurunan harga saham menjadi Rp 195 per lembar saham. Sebelum pandemi, saham emiten ini sempat menyentuh Rp 400 per lembar. Saham PT Blue Bird TBk tak kalah amblas. Emiten berkode BIRD itu mengalami pelemahan harga saham hingga Rp 99 per lembar.
Kondisi pelamahan ekonomi masih berlanjut di kuartal III. Meski tak sedalam kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat masih mengalami kontraksi cukup dalam sebesar -3,49 persen secara year on year.
Sumber kontraksi pertumbuhan ekonomi para kuartal III bermuasal dari melemahnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga terdata mengalami pertumbuhan -4,04 persen secara year on year. Meski angkanya lebih baik dari kuartal II, kontraksi ini menggoyang perekonomian karena keberadaannya memiliki bobot sebagai penggerak perekonomian hingga 57 persen.
Kondisi perekonomian yang masih lemah salah satunya didorong oleh sektor kegiatan usaha transportasi dan pergudangan yang belum menunjukkan gejala pulih. Sektor ini lagi-lagi mengalami kontraksi yang terdalam dengan laju pertumbuhan -16,7 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi pertumbuhan -10,82 persen.
Resesi terjadi seiring dengan diperpanjangnya masa PSBB di kota-kota yang termasuk dalam zona merah. Kondisi pada kuartal III ini belum menunjukkan adanya perbaikan signifikan, malahan diperparah dengan meningkatnya angka kasus Covid-19 setelah pemerintah melonggarkan kegiatan ekonomi dan mobilisasi penduduk pada libur panjang akhir Agustus.