TEMPO.CO, Jakarta - CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda angkat bicara menanggapi insentif PPN untuk pembelian rumah baru yang baru saja dirilis pemerintah. Ia menyayangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK/010/2021 itu membatasi insentif diberlakukan untuk rumah yang terbangun siap huni saja.
Artinya, kata Ali, pengembang harus segera membangun rumah yang terjual atau memang menjual rumah ready stock. Ia memperkirakan, pengembang akan kesulitan karena untuk rumah di atas Rp 1 miliar butuh waktu membangun lebih dari 6 bulan.
Seharusnya, menurut dia, pemerintah memahami hal tersebut di lapangan, dan tidak dibatasi aturan harus terbangun sampai 31 Agustus 2021. "Dikhawatirkan aturan ini tidak akan berjalan lancar ke depan dan hanya dinikmati oleh pengembang yang memiliki banyak rumah stock,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Maret 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa aturan insentif untuk rumah siap huni ini diberikan agar stok rumah akan turun atau permintaan meningkat sehingga memacu kembali rumah baru lagi. Serta, untuk menghindari jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, di mana penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi FLPP.
Namun, Ali menjelaskan bahwa hal ini berbeda dengan aturan penghapusan PPN rumah FLPP karena tidak dibatasi periode 6 bulan. Meskipun dampaknya luar biasa, namun Ali menilai hanya sebagian pengembang yang memiliki rumah siap huni yang akan diuntungkan.
"Jangan sampai memberikan kesan bahwa kebijakan ini masih setengah-setengah. Bila fokus pemerintah hanya untuk menghabiskan stok rumah, rasanya kurang tepat," ujar Ali.
Menurut Ali, yang harus difokuskan pemerintah adalah potensi daya beli yang besar di masyarakat menengah untuk membeli rumah baru dan tidak dibatasi hanya untuk rumah siap huni. "Paling tidak ada progress bangunan sampai batas akhir periode relaksasi."