Sepanjang tahun 2021 ini, harga emas telah melemah lebih dari 5 persen, padahal sebelumnya komoditas itu telah membukukan kenaikan tahunan terbaiknya dalam satu dekade. Jebloknya harga emas ini didorong oleh imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun yang naik ke level tertinggi dalam satu tahun.
Selain itu, kepemilikan reksa dana yang diperdagangkan di bursa (exchange traded-fund/ETF) didukung oleh penurunan logam mulia. Imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun menyentuh 1,4 persen untuk pertama kalinya sejak Februari 2020.
Kenaikan imbal hasil cenderung merugikan daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi karena meningkatkan peluang kerugian dengan memiliki aset emas yang tidak memberikan imbal hasil. Goldman Sachs Group Inc. telah memangkas perkiraan harga emas menyusul rotasi minat investor menuju aset berisiko karena harga logam mulia ini cenderung mencatat kinerja rendah.
Australia & New Zealand Banking Group Ltd. mengatakan, meskipun imbal hasil yang lebih tinggi telah menekan pergerakan harga emas, kenaikan inflasi dan pelemahan dolar AS akan membuat harga naik tahun ini. Mereka tetap optimistis dan memperkirakan harga emas kembali menyentuh US$ 2.000 per troy ounce pada paruh kedua tahun ini.
"Kami memperkirakan harga emas akan diperdagangkan sideways untuk kuartal berikutnya atau lebih karena aksi jual obligasi berlanjut dan investor memainkan perdagangan reflasi menuju aset berisiko," kata analis komoditas ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari, seperti dikutip Bloomberg.
BISNIS
Baca: Harga Emas Semakin Melemah, Saatnya Jual atau Tambah Koleksi?