Selain itu, dampaknya terhadap volume ekspor pun hanya mengungkit pertumbuhan 0,19 persen dan pada impor sebesar 0,46 persen. Esther juga menjelaskan bahwa obral PPnBM berpotensi mengurangi penerimaan pajak negara sebesar Rp2,28 triliun.
Insentif pajak pun dinilai kurang tepat digulirkan mengingat rasio pajak terhadap PDB nasional cenderung rendah. Kementerian Keuangan memperkirakan rasio pajak pada 2020 hanya berada di level 7,90 persen, turun dibandingkan dengan 2019 yang berada di angka 9,76 persen.
“Pemerintah seharusnya fokus ke penanganan pandemi dan tidak mengobral insentif pajak karena rasionya rendah. Kita perlu generate income lebih banyak agar ruang fiskal lebih luas selama pandemi,” jelasnya.
Peneliti Senior Indef Aviliani mengemukakan pemerintah bisa mempercepat proyek infrastruktur nasional jika ingin mengejar pertumbuhan ekonomi yang positif pada kuartal I. Dengan dana sekitar Rp400 triliun, pembangunan bisa mempercepat penyerapan tenaga kerja sehingga daya beli tercipta.
“Dari insentif dana desa yang sekarang dialihkan ke padat karya pun perlu dipercepat, multiplier effect terhadap permintaan atau daya bali akan naik signifikan. Begitu pula penyaluran bantuan tunai langsung. Hal ini paling tidak memperbaiki pendapatan masyarakat,” kata Aviliani.
BACA: Insentif PPnBM, Gaikindo Berharap Penjualan Otomotif Kembali Normal