"Sederhananya pelanggan TT losses-nya kurang dari 1 persen, TM 2-3 persen, dan TR itu 10-15 persen. Artinya, semakin tinggi pelanggan TT dan TM, itu akan mengompensasi tingginya losses di pelanggan TR.
Best practice negara industri, pelanggan TT dan TM lebih dominan kontribusinya 70 persen. Artinya, losses ditentukan 70 persen pelanggan TT dan TM yang losses-nya hanya 1-3 persen saja," jelas Haryanto. Dari sisi struktur jaringan, persoalan susut, terutama di transmisi Jawa-Bali, masih dipengaruhi oleh isu regional balance system dan pola pengoperasian pembangkit untuk mendapatkan BPP yang paling rendah.
Dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali, kata Haryanto, masih terdapat skenario continue transfer daya pada sistem transmisi dari timur ke barat karena permintaan listrik di wilayah timur masih rendah, sementara pasokan berlebih.
Sedangkan di bagian barat pasokan listrik masih kurang. Untuk menekan angka susut, idealnya transfer daya antardaerah memang harus diminimalkan atau bahkan tidak ada dan transfer daya hanya diperlukan ketika ada defisit pasokan dalam jangka pendek.
"Meski aliran daya dari timur ke barat dengan losses transmisi 2 persen, kami ternyata bisa turunkan BPP Jawa-Bali lebih rendah lagi. Ini karena kami alirkan listrik yang harganya jauh lebih murah daripada membangkitkan listrik di barat yang notabene banyak PLTGU, gas, yang jauh lebih mahal," kata Haryanto.