TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Aad Rusyad Nurdin, mengatakan kasus kesalahan transfer senilai hampir US$ 1 miliar yang dialami Citibank di Amerika Serikat bisa terjadi karena masalah sumber daya manusia atau human error. Kasus ini membuat Citibank diputus tak bisa menerima pengembalian dana senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7 triliun setelah sejumlah pihak menolak mengirim kembali duit tersebut.
Bila hal serupa terjadi di Indonesia, Aad mengatakan negara telah memiliki hukum yang mengaturnya melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Pasal 85 beleid itu menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui dana hasil transfer yang sebetulnya bukan miliknya dapat terancam hukuman pidana dan denda.
Baca Juga: Kasus Citibank Salah Transfer Rp 7 T, Ekonom: di Indonesia Sulit Terjadi
“Orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diduga diketahui bukan haknya (terancam) pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah,” ujar Aad kepada Tempo, Sabtu, 20 Februari 2021.
Selain itu, pihak yang menerima dana namun tak mau mengakui dapat terjerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dana. Secara perdata, kasus ini pun dapat diperkarakan untuk perbuatan melawan hukum.
Baca Juga:
Meski demikian, Aad menuturkan dalam mekanisme perbankan, bank semestinya memiliki fungsi four eyes principle sebelum transfer dilakukan. Fungsi tersebut mengatur pelaksanaan transaksi melalui proses maker, checker, approver, dan konfirmasi. “Jadi kalau (fungsi) itu berjalan bisa dihindari kesalahan fatal yang seperti ini,” ujar Aad.
Aad melanjutkan, kasus salah transfer Citibank memberi pelajaran bagi perbankan dalam negeri. Bank seharusnya menerapkan prinsip prudential banking principles, yakni prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya untuk menghadapi pelbagai risiko.