Defisit transaksi berjalan pada 2020 sebesar US$ 4,7 miliar atau 0,4 persen dari PDB. Artinya, angka itu jauh menurun dari defisit pada 2019 sebesar US$ 30,3 miliar atau 2,7 persen dari PDB.
Surplus transaksi berjalan pun berlanjut pada kuartal IV/2020, ditopang oleh surplus neraca barang yang meningkat. Pada kuartal IV/2020, transaksi berjalan kembali surplus sebesar US$ 0,8 miliar atau 0,3 persen dari PDB, melanjutkan capaian surplus pada kuartal sebelumnya sebesar US$1 miliar, 0,4 persen dari PDB.
Selain itu, ada faktor dari luar negeri yang intinya para investor mengkhawatirkan jumlah klaim pengangguran AS yang terus naik. Sebanyak 861.000 klaim telah diajukan selama minggu sebelumnya, dibandingkan dengan 765.000 klaim dalam perkiraan yang diperkirakan sebelumnya dan 848.000 klaim pekan sebelumnya.
“Hal ini menandakan penurunan pertumbuhan pekerjaan selama dua bulan beruntun di tengah melambatnya penyebaran virus corona baru-baru ini,” kata Ibrahim.
Hal lain yang mengkhawatirkan adalah kenaikan jumlah kasus virus corona global dan melampaui angka 110 juta pada 19 Februari 2021. Data dari Universitas Johns Hopkins itu mengecewakan dan berdampak pada dolar AS, meskipun ada kemajuan dari paket stimulus US$ 1,9 triliun yang diusulkan oleh Presiden Joe Biden.
Lebih jauh, Ibrahim memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin pekan depan bakal berfluktuasi. Dalam hitungannya, rupiah akan kembali ditutup di zona merah pada rentang Rp 14.050 - 14.080 per dolar AS.
BISNIS
Baca: Hakim Beberkan Sebab Citibank Diputuskan Tak Bisa Tarik Dana Salah Kirim Rp 7 T