Senior Vice President Zaner Group, Peter Thomas mengatakan,seiring dengan kenaikan tingkat suku bunga dan sentimen kenaikan inflasi yang mencapai puncaknya, investor kini melakukan aksi jual emas dan beralih ke aset logam industri seperti tembaga.
Sementara itu, Michael McCarthy, chief market strategist CMC Markets mengatakan, harga emas dipengaruhi oleh sentimen dari pasar obligasi selama beberapa pekan terakhir. Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan kebijakan moneter yang akomodatif mengindikasikan tingkat suku bunga yang lebih tinggi pada tahun ini.
Hal tersebut, lanjutnya, akan berimbas negatif pada aset non-yielding seperti emas. Ia melanjutkan, apabila harga emas menembus level US$1.765, potensi risiko logam mulia akan semakin besar.
“Level tersebut akan menembus rerata harga perdagangan selama tujuh bulan terakhir. Hal ini membuat harga emas dapat diperdagangkan pada level yang lebih rendah,” katanya dikutip dari Bloomberg.
Meski demikian, potensi penguatan harga emas masih cukup terbuka. Analis Goldman Sachs Group Inc., Jeffrey Curie dalam laporannya mengatakan, peluang kenaikan harga emas ditopang oleh prospek paket stimulus tambahan dan kebijakan The Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga acuan.