Wahyu menyebutkan, kebijakan stimulus bisa jadi menunda lonjakan harga emas dalam jangka pendek dan menengah. "Namun sulit menyangka support bullish gold pada jangka panjang."
Lebih jauh Wahyu menjelaskan, imbal hasil obligasi AS yang diikuti dengan hedging komoditas naik sebagai dampak dari perbaikan perekonomian dan efek stimulus moneter. Meskipun kemungkinan pasar saham AS melemah, jika kawasan lain misalnya emerging market seperti Indonesia masih murah, aliran modal asing akan masuk.
Sementara itu, Morgan Stanley memperkirakan harga emas akan turun di bawah US$ 1.800 per troy ounce pada akhir tahun ini. Emas diprediksi bergerak di rentang support US$ 1.800 per troy ounce dan US$ 1.850 per troy ounce.
Adapun Chief Cross Asset Strategist Morgan Stanley Andrew Sheets menyebutkan, meskipun infasi diperkirakan akan naik, hal itu tidak akan cukup mendongkrak harga emas. "Inflasi AS akan naik sedikit di atas 2 persen selama dua tahun ke depan. Jadi ini bukan jenis skenario pelarian untuk inflasi yang tampaknya paling cocok untuk emas," katanya seperti dilansir Kitco.
BISNIS
Baca: Harga Emas Antam Anjlok, Kini Dibanderol Rp 922.000 per Gram