TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai insentif penurunan tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor, bukan untuk meningkatkan daya beli.
"Tapi untuk memanfaatkan daya beli yang masih ada," kata Piter dalam diskusi virtual, Selasa, 16 Februari 2021.
Dia mengatakan program itu tidak memberikan sesuatu yang menyebabkan masyarakat memiliki daya beli, walaupun harga diturunkan. Dia menyarankan insentif itu juga diberikan kepada jenis kendaraan yang memiliki target jual kelas menengah atas.
Baca Juga: Relaksasi PPnBM Mobil Baru Disebut jadi Petaka untuk Penataan Transportasi
Pemerintah menyiapkan insentif penurunan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc < 1500 yaitu untuk kategori sedan dan 4x2. Hal ini dilakukan karena Pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan local purchase kendaraan bermotor di atas 70 persen.
Pemberian insentif ini akan dilakukan secara bertahap selama sembilan bulan, di mana masing-masing tahapan akan berlangsung selama tiga bulan. Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama, lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif yang akan diberikan pada tahap kedua, dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga.
Besaran insentif ini akan dilakukan evaluasi setiap tiga bulan. Instrumen kebijakan akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Selain itu, pemberian insentif penurunan PPnBM perlu didukung dengan revisi kebijakan OJK untuk mendorong kredit pembelian kendaraan bermotor, yaitu melalui pengaturan mengenai uang muka (DP) 0 persen dan penurunan ATMR Kredit (aktiva tertimbang menurut risiko) untuk kendaraan bermotor, yang akan mengikuti pemberlakuan insentif penurunan PPnBM ini.