"Fokus saja pada target, sasaran dan strategi yang dibuat agar kinerja Kemenkes dalam program vaksinasi ini terukur dengan jelas," ujarnya.
Wacana vaksin mandiri, kata Netty, selain membuat pemerintah tampak plin plan dalam membuat kebijakan, juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat sebagai penerima vaksin. "Jangan sampai ada kesan pemerintah meninggalkan masyarakat miskin yang tidak mampu membayar vaksin."
Apalagi, kata Netty, hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri, kecuali terkait proses pengadaan yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Perpres nomor 99 tahun 2020.
Perpres ini, ujar dia, memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia, bahkan melalui kerjasama dengan lembaga/badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan.
"Jangan sampai pemerintah memainkan celah hukum tersebut untuk memberikan prioritas pada kelompok pengusaha yang memiliki dukungan finansial dan mengabaikan masyarakat lainnya. Apalagi jika di dalamnya ada motif tersembunyi berupa mengambil keuntungan di tengah kesulitan," tutur Netty.