Siasat pemberian suku bunga murah juga tidak bisa serta merta mendongkrak penyaluran pembiayaan, karena hal itu bergantung pada minat konsumsi dan daya beli masyarakat. “Di masa sekarang orang lebih memilih menabung dibandingkan membeli aset seperti mobil. Apalagi mobilitas juga terbatas karena kasus Covid-19 masih mereka, kecuali memang kebutuhannya mendesak,” kata Suwandi.
Meski demikian, APPI memproyeksikan kinerja industri pembiayaan dapat pulih perlahan di tahun ini, walau pemulihannya belum akan secepat yang diharapkan. “Kami proyeksikan kinerja pertumbuhan pembiayaan naik 5 persen dibandingkan kondisi akhir 2020.”
Lebih lanjut ihwal pengurangan pajak PPnBM, industri multifinance memperkirakan dampaknya relatif akan minimal, karena implementasinya yang terbatas pada kriteria tertentu saja. “Pengurangan tarif hanya untuk PPnBM saja bukan pengurangan pajak secara menyeluruh, lalu segmen mobilnya juga hanya untuk kategori di bawah 1.500 cc yang diproduksi di dalam negeri,” ujar Suwandi.
Adapun segmen mobil tersebut diperkirakan memiliki porsi sekitar 24 persen dari total penjualan mobil nasional. Namun, jumlah pangsa pasar tersebut kata dia tetap patut diperhitungkan. APPI menaksir dampak diskon pajak tersebut terhadap penurunan harga mobil diperkirakan sekitar Rp 10-15 juta dari harga penjualan yang berlaku saat ini.
“Tapi kembali lagi kuncinya ada pada kekuatan daya beli konsumen, kalau penurunan Rp 10 – 15 juta lalu daya belinya tidak ada ya tetap sama saja.”
Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim mengatakan secara umum relaksasi PPnBM mobil di bawah 1500 cc membawa angin segar bagi industri otomotif yang penjualannya lesu selama pandemi. “Aturan tersebut sangat baik, dan kami harap bisa menaikkan penjualan mobil nasional,” katanya.