Sebanyak 12 armada disewa menggunakan skema operating lease dari lessor Nordic Aviation Capital dengan masa sewa hingga 2027. Sedangkan enam armada lainnya menggunakan skema financial lease dengan penyedia financial lease Export Development Canada. Masa sewa pesawat itu sampai 2024.
Pada pertengahan 2020 lalu, Irfan pernah mengungkapkan rencana mengembalikan Bombardier dan ATR 72-600 ke lessor. “Permintaan dari komisaris dan pemegang saham untuk segera mungkin mengembalikannya,” kata Irfan dalam rapat bersama DPR.
Irfan menyebut pesawat tak cocok dengan karakteristik penumpang Indonesia lantaran bagasinya kecil. Padahal, penumpang Indonesia cenderung membawa barang dalam jumlah banyak. Di samping itu, tarif parkir dan perawatan Bombardier diduga mencapai US$ 50 juta.
Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, rencana pemberhentian pesawat Bombardier pun telah melalui serangkaian proses penilaian atau assessment dan pertimbangan yang matang bersama stakeholder terkait. Perusahaan pelat merah juga telah melakukan negosiasi dengan lessor sejak awal 2020 dan pembicaraan itu melibatkan pejabat tinggi di masing-masing entitas.
Dari hasil negosiasi, terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi Garuda. Salah satunya melakukan pembayaran early termination fee dan pemenuhan kondisi redelivery pesawat secara teknis.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
Baca juga: Kata Bos Garuda Soal Kabar 12 Pesawat Bombardier Setop Operasi Sejak 1 Februari