TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sedang membeli beberapa alat deteksi Covid-19 bikinan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, yaitu GeNose. Alat-alat ini akan dites lagi di Kementerian Kesehatan bersama peneliti UGM untuk bisa diajukan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Mudah-mudahan nanti bisa diloloskan," kata Budi dalam rapat bersama Komisi Kesehatan DPR di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
Rencana ini disampaikan oleh Budi merespon pertanyaan dari anggota komisi dari fraksi Golkar, Dewi Asmara. "Kita sudah punya GeNose, apakah akan dipakai untuk testing dan tracing juga?" kata dia.
GeNose adalah alat deteksi Covid-19 lewat hembusan nafas, bukan melalui lendir hidung seperti rapid antigen. Alat ini sudah mendapatkan izin edar dari Kemenkes pada 24 Desember 2020.
Baca Juga: 7 Hal Mengenai PPKM Mikro yang Mulai Berlaku Hari Ini
Bahkan, alat ini sudah digunakan untuk penumpang PT Kereta Api Indnesia (Persero) sejak 3 Februari 2021. Harganya dipatok Rp 20 ribu untuk sekali tes, lebih murah dari rapid antigen yang mencapai Rp 105 ribu.
Menurut Budi, GeNose ini memang baik untuk screening. Akan tetapi, Budi menegaskan bahwa GeNose belum bisa dipakai sebagai diagnosis medis. "Karena untuk bisa secara medis itu harus ada persetujuan WHO," kata dia.
Ketua Tim Pengembang GeNose UGM Kuwat Triyana juga sudah bertekad mengajukan alat ini ke WHO. "Jadi tidak berhenti di tingkat nasional,” ujar Ketua Tim Pengembang GeNose UGM Kuwat Triyana kepada Tempo, Senin, 28 Desember 2020.
Kuwat menuturkan pengakuan legalitas GeNose dari WHO sangat penting karena wabah ini terjadi secara global. Legalitas internasional itu akan menjadi pijakan kuat aksesibilitas penggunaan alat itu ke depan secara massal.