TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA mencatat laba bersih secara year on year menjadi Rp 27,1 triliun hingga akhir Desember 2020. Nilai itu turun 5,0 persen dibandingkan laba bersih 2019 yang sebesar Rp 28,6 triliun.
"Hal itu disebabkan biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset," kata Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers virtual, Senin, 8 Januari 2021.
Menurutnya, meski menghadapi sejumlah tantangan, BCA dan entitas anak mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) hingga 11,2 persen yoy menjadi Rp 45,4 triliun.
"Ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah, dan perlambatan belanja operasional," ujarnya.
Dia mengapresiasi respons cepat regulator dalam merelaksasi kebijakan restrukturisasi untuk membantu perbankan dan nasabah melewati masa-masa sulit.
Menurutnya, BCA senantiasa berada di sisi nasabah dalam menghadapi tantangan perekonomian ini, termasuk dengan merestrukturisasi kreditnya sejak awal pandemi.
BCA, kata dia, juga mampu mencetak pendapatan bunga yang lebih tinggi dari aset treasury, sehingga mengompensasi imbal hasil (yield) dan outstanding kredit yang menurun. Selain itu, sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan dari Bank Indonesia, BCA mampu menurunkan suku bunga produk dana pihak ketiga, yang mana berdampak pada beban bunga yang lebih rendah.