9. Tanda Tangan Elektronik
Di dalam sertifikat elektronik, kata Virgo, kementerian juga memberlakukan tanda tangan elektronik. Sehingga, ketika penandatangan digital dilakukan, operasi kriptografi melekatkan sertifikat digital dan dokumen yang akan ditandatangani dalam sebuah kode yang unik.
Keamanan juga dapat dijamin karena, menurut Virgo, seluruh proses pengamanan informasi menggunakan teknologi persandian seperti kriptografi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). "Di dalam sertifikat elektronik akan dijamin keutuhan data yang berarti datanya akan selalu utuh," kata dia.
10. Dinilai Melanggar PP
Meski demikian, beleid sertifikat elektronik yang diteken Sofyan ini dinilai melanggar sejumlah aturan yang lebih tinggi. Beberapa di antaranya yaitu seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 terkait Pendaftaran Tanah, PP Nomor 40 Tahun 1996 terkait HGU, HGB dan Hak Pakai.
"Serta UU Nomor 5 Tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria," kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika kepada Tempo, Kamis, 4 Februari 2021.
Dewi menjelaskan, permasalahan dari adanya peraturan menteri tersebut bukan soal elektronik atau nonelektronik. "Problem-nya adalah, kita belum melakukan langkah awal dan utama, yaitu pendaftaran tanah secara nasional, sistematis dan serentak, tanpa kecuali," katanya.
Selain itu, Dewi mengatakan bahwa rakyat berhak menyimpan sertifikat tanah asli yang telah diterbitkan. Hak ini, kata dia, tidak boleh dihapus.
Dewi juga menyebutkan bahwa sertifikat tanah elektronik, warkah tanah dan lain-lain dalam bentuk elektronik seharusnya menjadi sistem pelengkap saja, dan tujuannya memudahkan data base tanah di kementerian. "Jadi digitalisasi bukan bersifat menggantikan hak rakyat atas sertifikat asli," ujarnya.
Baca: Penggantian Sertifikat Fisik jadi Sertifikat Tanah Elektronik Sifatnya Sukarela