Bea Cukai Kota Batam hanya menyebutkan produk UMKM tidak dikenai pajak tapi sebelumnya harus terdaftar di Disperindag Kota Batam. Selain itu, perusahaan harus diusulkan oleh Disperindag untuk mendapatkan pengecualian pajak.
Sayangnya, tak semua UMKM tahu soal kewajiban pendaftaran ke Desperindag, apalagi mereka mempunyai keterbatasan biaya operasioanal. “Ini yang bermasalah, dalam prakteknya tentu tidak semua IKM terdaftar dan diusulkan oleh Disperindag ke Bea Cukai untuk dapat pengecualian tersebut,” kata Rafki.
Tak hanya itu, ketika proses pengiriman, perusahaan kurir juga tidak memiliki data apakah barang yang dikirim tersebut mendapat pengecualian pajak dari Bea dan Cukai atau tidak. “Sistem itu belum terintegrasi,” ujarnya.
Jika tak ada perbaikan dalam pelaksanaannya di lapangan, Rafki memperkirakan bakal lebih banyak UMKM yang dirugikan. UMKM akan sulit berkembang karena mendapat hambatan masuk ke wilayah lain di Indonesia.
Aturan itu, menurut Rafki, tidak akan sesuai lagi dengan tujuan awal yaitu melindungi produk lokal dari gempuran barang impor. “Ini kan sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan diberlakukannya PMK 199 tersebut,” kata Rafki.
Oleh karena itu, Apindo terus mengusulkan supaya PMK 199 tahun 2019 tersebut ditunda dulu pemberlakuannya di Batam sampai sistemnya benar benar sudah terintegrasi semua. Apalagi beleid tersebut juga diberlakukan ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi akibat Pandemi Covid-19. "Beban yang ditanggung UMKM di Batam bertambah, karena selain harus membayar pajak besar, juga harus beradaptasi dengan wabah ini,” kata dia.
Baca: Pemerintah Perpanjang 6 Insentif Pajak Sampai 30 Juni 2021, Ini Rinciannya