TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pernah menemui Ketua Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Agung Firman Sampurna untuk berkonsultasi terkait pengadaan bantuan sosial (bansos). Pertemuan itu untuk menindaklanjuti keluhan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, terkait sulitnya proses administrasi pencairan dana bansos.
Peristiwa tersebut, kata Mahfud MD, terjadi selang tiga hingga empat bulan setelah kasus Covid-19 pertama ditemukan di Indonesia. “Waktu itu Presiden pernah disiarkan berpidato agak marah di depan sidang kabinet kenapa karena anggaran Covid-19 yang besar belum tersalur secara proporsional. Waktu itu yang tersalur sedikit sekali sampai bulan puasa, sampai habis Lebaran,” tutur Mahfud dalam acara sosialisasi pemeriksaan atas LKKL bersama BPK melalui saluran virtual, Kamis, 4 Februari 2021.
Mahfud berkisah bahwa Juliari mengaku mengalami masalah dalam mencairkan bansos. Musababnya, ia menemui kendala sulitnya proses administrasi di BPK. Bahkan, Juliari, tutur Mahfud, mengaku sempat terhenti bekerja akibat banyaknya formulir atau mekanisme yang harus dipenuhi yang kala itu disyaratkan oleh lembaga pengaudit keuangan negara.
Namun masalah itu, kata Mahfud, menyangkut hal-hal yang sangat teknis. Ia mencontohkan penyerahan bantuan di desa kecil yang dokumennya harus ditandatangani di atas meterai. Persoalannya, tutur dia, di desa penerima bantuan ini tidak terdapat penjual meterai.
Persoalan lain yang dipermasalahkan Juliari ialah ada warga yang tergolong penerima bantuan, namun tidak bisa menerima secara langsung. Karena usia, untuk memperoleh bantuan tersebut, penerima harus diwakilkan. “Karena sudah tua dan tempatnya jauh terpencil, diwakilkan ke kelurahan. Lalu itu bagaimana, itu sangat teknis dan sepele,” ucap Mahfud.