“Ada kemungkinan FID proyek harus di dorong ke later date, tergantung dari progres pekerjaan itu,” ujar Irmanto kepada Bisnis, 7 Januari 2021.
Emiten berkode efek INCO itu berencana untuk membangun smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tengah dan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tenggara. FID kedua proyek itu sebelumnya ditargetkan rampung pada kuartal I 2021.
Adapun, proyek Pomala diperkirakan membutuhkan investasi sekitar US$ 2,5 miliar sedangkan proyek Bahodopi membutuhkan US$ 1,5 miliar. Namun, Irmanto menjelaskan bahwa nilai proyek tersebut dapat berubah dan dipastikan saat FID.
Selain itu, Irmanto menjelaskan bahwa penyesuaian FID kemungkinan akan berdampak pada target penyelesaian setiap proyek. INCO semula menargetka proyek Pomalaa rampung pada 2025, sedangkan proyek Bahodopi rampung pada 2024.
“Semua tergantung dari waktu mulai konstruksinya. Kami akan kaji lagi dampaknya ke waktu penyelesaian proyek,” kata Irmanto.
Di sisi lain, INCO mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure sebesar US$135 juta pada 2021, lebih besar daripada target capex 2020 sebesar US$120 juta. Alokasi capex itu akan berasal dari kas internal perseroan.
Irmanto menjelaskan bahwa sebagian besar capex tersebut digunakan untuk proyek rebuild furnace 4, kemudian untuk pengembangan tambang dan juga penggantian alat.
Proyek rebuild furnace 4 itu akan mulai berlangsung pada Mei hingga awal November 2021.
Di sisi lain, dengan berjalannya proyek tersebut pada tahun depan Vale Indonesia memproyeksi volume produksi perseroan akan berada di tingkat yang lebih rendah daripada 2020 maupun 2019. “Target produksi 2021 yang jelas akan di bawah 70.00 ton karena furnace 4 akan di rebuild mulai Mei sampai awal November,” tutur Irmanto.
BISNIS
Baca juga: Beli 20 Persen Saham Vale Indonesia, MIND ID Siapkan Rp 5,52 T