TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan kenaikan harga kedelai bukan karena berkurangnya produksi komoditas tersebut dari negara lain, tapi disebabkan permainan dari importir.
"Persoalannya kedelai itu bukan kurang, bukan mahal karena keterbatasan produksi dari luar negeri, bukan. Karena permainan dari kartel-kartel importir kedelai," kata Budi Waseso dalam konferensi pers virtual, Rabu, 3 Januari 2021.
Birokrasi yang masih panjang ini, menurut dia, juga menjadi penyebab naiknya harga tahu dan tempe. "Kenapa bisa mahal? Teman-teman bisa lihat, akar masalahnya karena kartel terlalu banyak, birokrasi terlalu panjang. Satu ke satu ke satu semua pakai biaya yang kita istilahkan ini wujud korupsi," ujar Budi Waseso atau yang biasa disapa Buwas.
Dia mencontohkan harga kedelai dari awalnya hanya Rp 7 ribu per kilogram, namun tiba di Indonesia dijual menjadi Rp 12 ribu per kilogram. Selisih Rp 5 ribu itu, kata dia, dibebankan ke konsumen. "Padahal yang menikmati oknum-oknum tertentu ini," kata dia.
Dia mengatakan Bulog tidak bisa melakukan impor kedelai, kecuali ada penugasan dari pemerintah. Namun kata dia, kalau ada kenaikan harga, Bulog yang disalahkan.
Sebenarnya, praktik seperti itu sudah Buwas sampaikan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya. "Padahal Pak Presiden, bilang pangkas birokrasi, tidak ada pungutan, pelayanan satu atap dan cepat, dan relatif murah. Tapi faktanya di lapangan yang melaksanakan tidak sesuai keinginan presiden," ujarnya.