TEMPO.CO, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyiapkan stimulus baru untuk mendorong pertumbuhan kredit yang terkontraksi 2,41 persen di akhir 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan stimulus itu berupa penjaminan kredit dengan besaran berbeda-beda tergantung sektor usaha.
"Kami masih beri vitamin baru, jamu penguat baru. Jamu penguatnya ya itu katalitik yakni jaminan. Jadi BI sudah beri makroprudensial, dikeroyok fiskal, kemudian Pak Wimboh (Otoritas Jasa Keuangan) memberi relaksasi restrukturisasi, kami masih memantiknya lagi dengan jamu penguat yakni jaminan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Senin, 1 Februari 2021.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Sederet Aturan Perpajakan untuk Lembaga Pengelola Investasi
Ia berharap vitamin anyar itu akan menggelindingkan kembali perekonomian yang sempat tersendat lantaran pandemi. Penggodokan jamu tersebut, ujarnya, sudah melihat secara rinci kebutuhan masing-masing sektor. Ia menyebut 25 asosiasi telah diajak berdiskusi untuk melihat kebutuhannya. Stimulus itu pun akan terus dikalibrasi ke depannya.
Saat ini, kata dia, stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal dan berangsur membaik. Namun, ia melihat kondisi perekonomian masih sangat ditopang kebijakan fiskal dan moneter. Ia berujar ekspansi yang ada di fiskal dan moneter belum diterjemahkan dalam sektor keuangan.
Baca Juga:
"Yang memang dari perbankan harus melakukan langkah restrukturisasi dan di sisi lain hati-hati dalam menyalurkan kredit yang baru. ini disebut credit crunch dengan pertumbuhan negatif di 2020," tuturnya.
Agar pertumbuhan ekonomi dapat berjalan penuh, ia mengatakan sektor keuangan harus dipulihkan kegiatannya. Adapun fenomena credit crunch, menurutnya, dipicu lantaran sisi permintaan atau perusahaan yang belum pulih. Perusahaan tersebut bisa jadi membutuhkan pinjaman, namun bank masih belum mau memberikan karena khawatir akan macet kreditnya.
Alhasil, mereka justru meningkatkan pencadangan. "Atau bank hanya mau berikan ke perusahaan yang, baik namun perusahaannya belom mau pinjam lagi karena belum melihat atau confidence melakukan ekspansi dunia usaha. Ini jadi bank menunggu untuk beri perusahaan yang baik tapi perusahaan belum mau ekspansi," ujarnya.
Dalam situasi tersebut, KSSK pun menggunakan instrumen fiskal, misalnya pinjaman bank sebagian dijamin pemerintah, melalui LPEI dan PII. Besarnya pinjaman itu bervariasi tergantung sektornya, ada yang 80 persen ditanggung pemerintah, ada pula yang 60 dan 70 persen.
"Ini tujuannya supaya bank berani pinjamkan meski untuk sektor yang dini pemulihannya. Tujuannya katalitik. Ini sudah dilakukan di 2020 dan akan diakselerasi di 2021. Ini Kami kerja sama dengan OJK terutama sektor perbankan," ujar Sri Mulyani. Adapun insentif yang sudah digulirkan sebelumnya antara lain relaksasi di makro prudensial, relaksasi perpajakan untuk memperkuat arus kas perbankan, serta ada perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit di perbankan.