Selanjutnya, PMN dalam bentuk tanah dan bangunan kepada LPI merupakan obyek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dengan tarif 5 persen. Aturan saat ini, BPHTB dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset.
Nantinya, Lembaga Pengelola Investasi tetap membayar BPHTB dan tidak akan mempengaruhi hak pemerintah daerah. Namun BPHTB yang dibayar bisa menjadi pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak saat tanah dan bangunan diperoleh. "Insentifnya dia bisa dilakukan pengurangan pajak, dianggap dibiayakan," ujar Sri Mulyani.
Untuk perolehan tanah dan bangunan yang berasal dari BUMN, selama ini merupakan obyek dari capital gain, pengalihan tanah dan bangunan atau bea perolehan atas tanah dan bangunan. "Ada dua pajak, capital gain tax dan BPHTB. Untuk capital gain tax tarifnya 2,5 persen dan BPHTB 5 persen."
Aturan saat ini, tutur dia, bagi BUMN dikenakan PPh Final 2,5 persen dari nilai bruto. Sedangkan pada LPI, BPHTB terutang 5 persen dari bruto dan dikapitalisasi sebagai harga perolehan. "Dalam rencana pengaturan LPI, bagi BUMN tetap membayar PPh final 2,5 persen dari bruto sesuai PP 34/2016, sedangkan bagi LPI BPHTB yang dibayarkan jadi biaya pengurang penghasilan bruto tahun pajak tanah dan bangunan diperoleh," katanya.
Berikutnya, pengalihan tanah dan bangunan dari LPI ke entitas selama ini adalah obyek capital gain dengan tarif 2,5 persen dan bea perolehan atas tanah dan bangunan dengan tarif 5 persen. Bagi LPI, PPh Final 2,5 persen dari bruto tetap dibayarkan dan bagi entitas yang dimiliki atau dikuasakelolakan 5 persen dari bruto BPHTB.
"Itu dapat dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset. Jadi bagi entitas yang dimiliki atau dikuasakelolakan LPI tetap membayar BPHTB tapi bisa biayakan sebagai pengurangan penghasilan bruto di tahun pajak tanah dan bangunan diperoleh," tutur dia.