TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memulai audit nilai investasi Proyek Tol Trans Sumatera yang dikerjakan PT Hutama Karya (Persero). Sebelumnya, proyek ini terancam berhenti akibat kekurangan atau defisit bantuan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebut audit ini merupakan hal biasa dan sudah dilakukan untuk semua Proyek Strategis Nasional (PSN). Hanya saja, BPKP belum bisa memastikan kapan hasil audit ini kelar dan diserahkan ke pemerintah. "Secepatnya, ini kan baru mulai," kata Ateh saat dihubungi pada Minggu, 31 Januari 2021.
Sebelumnya, kabar soal nasib Tol Trans Sumatera ini dibeberkan Direktur Jenderal Bina Marga Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian. Ia menjelaskan proyek tersebut agak unik karena berdasarkan Keputusan Presiden pembangunan jalan bebas hambatan ini sepenuhnya merupakan penugasan.
Skema penugasannya kepada Hutama Karya yakni negara membantu bukan dengan dukungan konstruksi, melainkan dengan bantuan PMN. "Setelah kita lakukan evaluasi, sampai sekarang yang telah berjalan ternyata ada defisit PMN yang belum bisa dipenuhi sebesar Rp 60 triliun," kata Hedy dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021.
Belakangan, Hutama Karya ternyata butuh modal negara mencapai Rp 66 triliun untuk menyelesaikan pembangunan tahap I saja, sedikit lebih besar yang semula disampaikan Hedy. "Ini yang akan diprogramkan sampai 2023," kata Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021.
Pada 2021, Hutama Karya sudah mendapat PMN dari Kementerian Keuangan. Jatahnya Rp 6,2 triliun. Sedangkan tahun ini Hutama Karya membutuhkan Rp 25 triliun untuk Tol Sumatera. "Sehingga, proses di lapangan dapat berjalan dengan lancar," kata Budi.