Apalagi, Said Iqbal mengatakan di dalam RPP tersebut terdapat pertentangan yang tajam dari isi undang-undang. Misalnya RPP yang mengatur terkait pesangon. Di mana salah satu pasalnya mengatur, pemberi kerja bisa membayarkan pesangon lebih rendah dari UU Cipta Kerja apabila perusahaan merugi. "Jelas isi pasal RPP ini, bilamana benar, keliru dan ngawur."
Di dalam omnibus law UU Cipta Kerja yang mengatur tentang pasal pesangon, tutur dia, norma hukum pesangon yang diberikan kepada buruh tertulis, 'harus sesuai dengan ketentuan'. Bahasa di dalam norma hukum ini berarti, nilai pesangon yang diberikan kepada buruh yang ter-PHK dengan alasan apapun tidak boleh kurang dari nilai UU Cipta Kerja tersebut.
“Tetapi RPP yang disiapkan oleh Menaker dan kementerian terkait justru melanggar sendiri norma hukum yang ada di dalam UU Cipta Kerja, karena mengatur pemberian pesangon yang lebih rendah,” ujar Said Iqbal. “Kalau begitu, buat siapa dan bertujuan apa RPP ini dibuat?”
Karena itu, ia menilai RPP mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta PHK merugikan buruh. Dengan demikian, KSPI meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan RPP tersebut.
“KSPI meminta meminta Menaker tidak membuat kebijakan yang blunder dan merugikan buruh. Buruh Indonesia tetap akan melanjutkan aksi lapangan dan aksi virtual, guna meminta Mahkamah Konstitusi mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal.
BACA: KSPI Siapkan Demo Besar-Besaran Saat Putusan MK Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja
CAESAR AKBAR