TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 54 perusahaan batu bara menyatakan komitmen untuk memenuhi pasokan batu bara ke pembangkit listrik PT PLN (Persero) sesuai dengan kontrak. Komitmen ini menyusul menipisnya pasokan batu bara di pembangkit PLN akibat cuaca esktrem. Pembangkit Listrik PLN Terima
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa cuaca ekstrem yang terjadi di daerah penghasil batu bara, terutama Kalimantan Selatan, telah mengganggu kegiatan operasi penambangan dan pengiriman batu bara ke PLN. Akibatnya, sejumlah PLTU di Jawa mengalami kekurangan pasokan.
"Yang terkendala tidak semua langsung ke operasi penambangan, tapi infrastruktur jalan dan sungai sehingga pasokan bahan bakar untuk operasi tambang terkendala. Truk-truk pengangkutnya juga terkendala," ujar Ridwan dalam konferensi pers secara virtual, Rabu 27 Januari 2021.
Menurutnya, sejauh ini ada empat perusahaan batu bara di Kalimantan Selatan yang terdampak banjir, yakni PT Prolindo, PT Binuang Mitra Bersama, PT Arutmin Indonesia, dan PT Bhumi Rantau Energi. Selain kendala cuaca, Ridwan mengakui bahwa belum semua pemasok batu bara ke PLN menjalankan pasokannya sesuai kontrak.
Di sisi lain, akibat berlakunya Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang memasukkan batu bara sebagai barang kena pajak, membuat pembelian batu bara dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Ketentuan baru ini juga turut memengaruhi pasokan batu bara ke PLN.
"B to B [business to business] antara PLN dan pemasok, mereka punya kontrak sendiri. Harus diakui belum semua seindah surga, ada yang enggak pas memang. Juga ada kontribusi kebijakan pemerintah, antara lain menjadikan batu bara barang kena pajak. Harus ada PPN, siapa yang bayar, gimana bayarnya, itu sesuatu yang baru," katanya.