TEMPO.CO, Jakarta - Investor kawakan Lo Kheng Hong mengamati fenomena influencer yang bermunculan dan memengaruhi masyarakat untuk membeli saham tertentu. Sejak investor ritel membanjiri pasal modal, influencer mulai bermunculan dan merekomendasikan pembelian saham.
“Jangan membeli karena influencer. Jangan membeli karena teman, karena influencer yang saya dengar membeli saham yang valuasinya sangat mahal. Influencer yang membeli saham itu satu saham price to earning ratio 162 kali dan price to book value 110 kali,” katanya seperti dikutip dari bisnis.com, Rabu 27 Januari 2021.
Pasar saham saat ini mulai dibanjiri investor ritel yang berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2021, jumlahnya sudah mencapai 4 juta single investor identification (SID).
PER merupakan rasio harga saham terhadap laba bersih per saham suatu emiten. Rasio ini merupakan salah satu cara menghitung valuasi saham yang populer dan tidak terlalu rumit untuk mengukur mahal atau murahnya sebuah saham.
Sederhananya, makin tinggi nilai PER, harga saham suatu emiten dianggap makin mahal. Kecil peluang saham tersebut dapat meningkat lagi harganya secara wajar. Demikian pun sebaliknya, makin kecil PER, makin murah valuasinya, makin besar ruang bagi potensi kenaikan harga.
Sementara itu, PBV adalah rasio harga saham dibandingkan dengan nilai buku emiten. Nilai buku bisa dihitung dengan rumus total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. PBV yang rendah menunjukkan harga saham yang masih murah atau undervalued, sedangkan PBV yang tinggi menunjukkan harga saham sudah cukup mahal.