“Selasa 26 Januari ada yang mau kasih kuasa lagi. Dengan demikian akan menjadi lima,” ujar Priaardanto saat dihubungi, Senin, 25 Januari 2021.
Tuntutan ini berangkat dari indikasi terhadap adanya kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh peruasahaan pabrikan. Namun, kantor hukum kini masih mengumpulkan barang-barang buktil.
Priaardanto mengatakan tuntutan kepada Boeing penting lantaran keluarga bisa memperoleh kompensasi yang jauh lebih besar dari nilai yang diberikan maskapai, yakni sekitar Rp 1,5 miliar. Pada kecelakaan Lion Air JT 610 2018 lalu, kantor hukum Priaardanto juga mendampingi keluarga korban insiden pesawat.
Meski demikian, untuk ikut melayangkan tuntutan, para keluarga korban disarankan tidak menandatangani release and discharge atau R&D. musababnya, dokumen R&D bisa mempengaruhi tuntutan kepada perusahaan pembuat pesawat dan perusahaan operator maskapai Sriwijaya Air.
Baca: Pengacara Korban Sriwijaya Air SJ-182 Klaim Temukan Indikasi Kesalahan Boeing