TEMPO.CO, Jakarta - Empat keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 disebut buka peluang menuntut perusahaan pabrikan Boeing di Amerika Serikat atas kecelakaan yang terjadi.
"Kami sudah mendapatkan kuasa," kata pengacara C. Priaardanto dari kantor hukum Danto dan Tomi & Rekan dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu, 23 Januari 2021. Tapi, dia belum merinci identitas keluarga korban yang menjadi kliennya.
Sebelumnya, pesawat Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air SJ-182 yang mengangkut 62 penumpang dan kru jatuh di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 9 Januari 2021. Saat ini, sudah ada 43 penumpang yang teridentifikasi. Komponen Flight Data Recorder (FDR) sudah ditemukan, sementara Cockpit Voice Recorder (CVR) belum.
Untuk tahap pertama, Priaardanto akan mendampingi keluarga korban saat proses penyaluran santunan. Sebelumnya, Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena menyampaikan santunan yang akan diserahkan kepada ahli waris yaitu mencapai Rp 1,25 miliar sesuai peraturan pemerintah.
Lalu, ada juga tambahan senilai Rp 250 juta sebagai santunan ganti rugi lain-lain. "Dengan begitu maka total santunan yang Sriwijaya Air berikan adalah Rp 1,5 miliar," ujar Jefferson dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 Januari 2021.
Saat penyerahan santunan, pengacara akan melihat apakah ada Release & Discharge (R&D). Ia berkaca pada kasus jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 pada Oktober 2018. Saat itu, keluarga korban diminta menandatangani R&D yang berisi klausul tidak bisa menuntut Boeing.