TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pabrik baja di dalam negeri mendesak agar pemerintah memberikan perlindungan berupa perpanjangan safeguard. Hal ini sangat diperlukan khususnya dalam menghadapi lonjakan produk impor baja murah asal Cina.
Direktur Public Relations PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GRP), Fedaus, menyebutkan produksi baja Cina pada 2021 yang diprediksi mencapai 1,15 miliar ton cukup mengkhawatirkan. Angka tersebut naik ketimbang tahun 2020 yang mencapai 1,05 miliar ton.
“Akibat over supply baja Cina di negeri mereka, pasar Asia termasuk sangat khawatir bahwa pada 2021 dibanjiri produk baja dari Cina dengan harga murah,” kata Fedaus, , dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 Januari 2021.
Lonjakan produksi baja Cina ini, menurut Fedaus, sudah disikapi oleh sejumlah negara dengan melindungi industri baja mereka. Malaysia, misalnya, melakukan antidumping barrier untuk produk baja lapis alumunium dari Cina sebesar 2,8–18,8 persen.
Adapun Korea Selatan menerapkan tarif 9,98–34,94 persen, dan Vietnam mematok tarif 3,06–37,14 persen sampai Desember 2025. “Jepang dan India sebagai produksi baja kedua dan ketiga dunia, menandatangani sinergi bekerja sama produksi untuk bersaing dengan Cina,” kata dia.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Komite Pangamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerbitkan surat nomor 01/KPPI/01/2021 tertanggal 12 Januari 2021. Inti surat tersebut menolak perpanjangan saferguard PT GRP dengan alasan proses pemeriksaan telah lewat batas waktu.