Maulana bercerita banyak pemilik hotel maupun restoran yang telah menutup usaha akibat tak mampu menopang biaya operasional. Tak sedikit pula pihak yang terus melakukan efisiensi, seperti tidak memperpanjang kontrak pegawai.
Menurut Maulana, umumnya pengusaha hotel dan restoran hanya mampu bertahan selama enam bulan saat menghadapi pandemi Covid-19. “Setelahnya berjuang sendiri-sendiri, tergantung pelaku usaha. Ekosistemnya sudah berantakan,” tutur dia.
2. Pengusaha perkirakan imbas PPKM lebih buruk dari PSBB transisi
Anggota Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta menduga efek yang ditimbulkan oleh pembatasan kegiatan masyarakat jauh lebih buruk dari era PSBB transisi bagi pengusaha restoran.
Musababnya saat PSBB transisi, kapasitas pengunjung hanya dibatasi sebesar 50 persen. Sedangkan saat ini, kapasitas restoran diketatkan menjadi maksimal 25 persen. “Kalau dilihat kondisi makin memburuk dan akan mempercepat kerugian-kerugian sektor yang saat ini lagi mencoba bertahan,” ucap Tutum.
Tutum menjelaskan, pelaku usaha makanan dan minuman tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pengalihan pola bisnis, seperti penyediaan produk kemasan atau take away. Musababnya, minat masyarakat membeli produk kemasan berbentuk makanan beku tak sebesar makan di tempat.
Kondisi yang sama dirasakan pengusaha yang bergerak di sektor hiburan, seperti bioskop. Ia memperkirakan bioskop kembali tutup lantaran tak tahan mengalami kerugian.
3. Menurunkan optimisme pengusaha domestik
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, memprediksi perpanjangan kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Pulau Jawa dan Bali akan menurunkan optimisme pengusaha domestik. Ia memperkirakan pengusaha bakal kembali menahan rencana bisnisnya pada awal tahun.