TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan pemasok produk kertas rokok asal Indonesia, PT Bukit Muria Jaya (BMJ) setuju untuk membayar denda senilai USD 1.561.570 dan mematuhi perjanjian penundaan penuntutan perkara (Deferred Prosecution Agreement/DPA) dengan Departemen Kehakiman AS.
Dinukil dari siaran pers di laman resmi Kedutaan Besar AS, BMJ disebut telah berkonspirasi melakukan penipuan bank dalam mengirimkan produk-produk mereka ke para pelanggan di Korea Utara. BMJ yang berbadan hukum di Indonesia juga telah menyepakati perjanjian penyelesaian dengan Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS (OFAC).
Untuk memenuhi DPA, BMJ mengakui dan menerima tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya dan setuju membayar denda setimpal. BMJ sepakat menjalankan program kepatuhan yang dirancang untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran hukum dan peraturan sanksi AS, dan melapor secara teratur ke Departemen Kehakiman AS dalam menjalankan program tersebut. BMJ juga berkomitmen melaporkan segala jenis pelanggaran terhadap hukum AS yang terkait kepada Departemen Kehakiman AS dan bekerja sama menyelidiki pelanggaran tersebut.
“Melalui cara yang canggih dan skema multinasional yang ilegal, BMJ secara sengaja mengaburkan jenis transaksi yang sesungguhnya agar produknya dapat dijual ke Korea Utara,” ujar Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional, John Demers, dalam keterangan tertulis, Selasa, 19 Januari 2021.
Demers mengatakan perseroan mengelabui bank-bank di AS dalam memproses pembayaran yang melanggar sanksi AS terhadap Korea Utara. Penerapan rezim sanksi yang ketat menekan Korea Utara untuk tidak melakukan bentuk kegiatan yang berbahaya dan menimbulkan konflik perang, termasuk proliferasi senjata pemusnah massal. "Departemen Kehakiman AS berkomitmen mengambil tindakan tegas ini dengan harapan suatu hari nanti Korea Utara akan mengintegrasikan dirinya kembali ke dalam komunitas bangsa-bangsa.”
Pelaksana Tugas Jaksa Agung AS untuk District of Columbia, Michael R. Sherwin, mengatakan BMJ dengan sengaja mengelabui bank-bank di AS dan merusak integritas sistem keuangan negara agar dapat terus berbisnis dengan Korea Utara.
“Kami ingin menyampaikan kepada semua orang dan pelaku bisnis yang bermaksud melakukan skema serupa untuk melanggar sanksi AS terhadap Korea Utara, bahwa menggunakan perusahaan besar serta faktur pembayaran yang menipu tidak akan melindungi Anda. Kami akan menemukan dan menuntut Anda,” ujar dia.
Berdasarkan pernyataan fakta yang disepakati dalam DPA, BMJ mengakui sebagian bahwa mereka menjual produk ke dua perusahaan Korea Utara serta satu perusahaan perdagangan Cina, sementara mengetahui bahwa produk tersebut ditujukan ke Korea Utara. Pada saat itu, sanksi AS terhadap Korea Utara mencegah, antara lain, bank koresponden di Amerika Serikat untuk memproses transfer uang antarbank di negara lain atas nama nasabah yang berlokasi di Korea Utara.
Setelah mengetahui bahwa salah satu nasabah di Korea Utara mengalami kesulitan melakukan pembayaran ke BMJ, pihak BMJ setuju untuk menerima pembayaran dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan transaksi tersebut. Menerima pembayaran dari pihak ketiga ini akan menghindari mereka dari pemantauan sanksi dan sistem kepatuhan bank AS sehingga mereka terdorong untuk melakukan transaksi terlarang tersebut.
Dengan asumsi BMJ akan terus mematuhi DPA, pemerintah AS telah setuju untuk menunda penuntutan untuk jangka waktu 18 bulan. Setelah jangka waktu tersebut, pemerintah AS akan melihat kemungkinan untuk membatalkan dakwaan yang di dalamnya termuat soal denda.
Baca Juga: Wagub DKI Pastikan Denda Penolak Vaksinasi Covid-19 Hanya Dikenakan Satu Kali
CATATAN: Berita ini mengalami perubahan pada judul dari semula "Perusahaan Kertas RI Didenda USD 1,5 Juta oleh AS, Begini Kronologinya" menjadi "Perusahaan Kertas Rokok RI Didenda USD 1,5 Juta oleh AS, Begini Kronologinya". Perubahan dilakukan pada pukul 17.48.