Penyelidikan kemudian digelar per September 2020 berdasarkan petisi dari Federation of Malaysian Manufacturers – Malaysian Ceramic Industry Group. Namun, Otoritas Malaysia tidak dapat menemukan bukti-bukti yang mendukung klaim industri keramik Malaysia tersebut. Penyelidikan kemudian dihentikan dan tanpa penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS).
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat nilai ekspor Indonesia ke Malaysia untuk produk keramik yang diselidiki sebesar US$ 7,12 juta pada 2019. Nilai itu turun 27,21 persen dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar US$ 9,78 juta.
Adapun selama periode Januari–November 2020, Indonesia mengekspor keramik sebesar US$ 8,35 juta atau meningkat 24,41 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 6,71 juta.
Dengan kualitas yang sangat bersaing, produk keramik asal Indonesia dianggap memiliki potensi mengganggu kinerja industri keramik dalam negeri Malaysia. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu pemasok utama keramik bagi Malaysia.
Lebih jauh Lutfi menyebutkan, data statistik impor Malaysia tahun 2019 menunjukkan Indonesia berada di posisi kedua setelah Cina sebagai negara asal impor terbesar bagi Malaysia. "Keputusan MITI ini membuka peluang yang besar untuk terus meningkatkan ekspor keramik Indonesia ke negeri jiran,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi menjelaskan dalam kurun waktu satu tahun terakhir industri keramik Indonesia telah dua kali terbebas dari rencana penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) oleh negara mitra dagang. “Sebelumnya, keramik Indonesia juga berhasil lepas dari jeratan safeguard Filipina bulan Desember 2019 lalu,” katanya.
ANTARA
Baca: Cerita Bisnis Keramik Rumahan di Yogya Dapat Pesanan 3.000 Tableware dari Qatar