Kesepakatan dengan Penambang
Pada 28 Oktober 2019, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia ikut mengumumkan larangan ini. Ia bertemu dengan asosiasi penambang dan menyatakan mereka sepakat soal larangan ini.
"Kami akan ekspor barang jadi," kata dia saat itu. Sebab, kata Bahlil, pemerintah ingin ada hilirisasi dalam sumber daya mineral ini.
Penambang Jual ke Smelter
Menjelang larangan diberlakukan, Bahlil berdialog bersama para penambang dan pemilik smelter di tanah air. Lantaran ekspor dilarang, maka penambang diminta menjual hasil tambang mereka ke pabrik smelter lokal.
Pada 12 November 2019, BKPM, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), dan Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) menyepakati harga jual ore nikel ke smelter atau pabrik pengolahan dalam negeri sebesar US$ 30 per metrik ton.
Harga ini lebih rendah ketimbang harga yang diusulkan para penambang di APNI yaitu sekitar US$ 36 per metrik ton. “Itu semua tadi sepakat, tidak ada yang tidak,” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers usai menggelar pertemuan dengan 47 perusahaan dari APNI dan AP3I di Kantor BKPM, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November 2019.
Uni Eropa Bereaksi
Reaksi datang dari salah satu konsumen nikel Indonesia yaitu negara-negara di Uni Eropa. Pada 22 Desember 2019, Uni Eropa menyampaikan pemberitahuan ihwal gugatan kepada Duta Besar Indonesia di Jenewa.