Pada prinsipnya, pemerintah berkeyakinan aturan yang dimiliki Indonesia berfungsi tidak hanya untuk menjaga sumber daya alam (SDA), tetapi juga memastikan komoditas tersebut merupakan milik pemerintah Indonesia.
"Masalah aturannya dinilai ilegal, ini baru sangkaan mereka. Ini akan dibuktikan dulu di panel, dan kita akan membela kepentingan kita. Saya yakin, untuk menjamin sustainability SDA, kita ada di jalan yang benar," kata Muhammad Lutfi.
Uni Eropa sebelumnya meminta WTO membentuk panel untuk memutuskan kasus tersebut dengan alasan larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel dan bijih besi adalah ilegal. Hal tersebut juga dinilai tak adil bagi produsen baja Uni Eropa.
Permintaan Uni Eropa terhadap nikel Indonesia sendiri cukup tinggi setelah industri baja tahan karat UE senilai US$ 20 miliar berproduksi di level terendah selama 10 tahun. Sementara Indonesia, dinilai oleh pihak UE memberlakukan pembatasan ilegal untuk menguntungkan produsen dalam negeri.
Kebijakan Indonesia terkait bahan mentah (DS 592) yang tengah digugat Uni Eropa di WTO ini diajukan permintaan konsultasinya oleh Uni Eropa pada 22 November 2019. Hal ini menanggapi diterapkannya larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020.
BISNIS
Baca: Uni Eropa Gugat Indonesia soal Ekspor Nikel, Jokowi: Kami Hadapi