TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia per November 2020 mencapai US$ 461 miliar atau setara dengan Rp 5.832 triliun (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS).
"Disebabkan oleh peningkatan penarikan neto utang luar negeri pemerintah," tulis Bank Indonesia (BI) dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 15 Januari 2021.
Utang Rp 5.832 triliun ini mengalami kenaikan sebesar 3,9 persen (year-on-year/yoy). Ini lebih tinggi dari pertumbuhan pada Oktober 2020 yang sebesar 3,3 persen yoy.
Secara rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), terjadi peningkatan pada November 2020 ini menjadi 39,1 persen. Angka ini lebih tinggi dari rasio bulan sebelumnya yang mencapai 38,8 persen.
Meski mengalami peningkatan, BI menyebut struktur utang Indonesia masih tetap sejat. "Tercermin dari besarnya pangsa utang luar negeri berjangka panjang yang mencapai 89,3 persen," tulis BI.
Tapi secara komposisi, belum ada perubahan dibandingkan bulan sebelumnya. Utang swasta (termasuk BUMN) masih mendominasi dengan nilai mencapai US$ 210,1 miliar. Sisanya yaitu utang publik (pemerintah dan Bank Sentral) sebesar Rp 206,5 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menjelaskan, utang pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas. Belanja prioritas yang dimaksud di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, sebesar 23,8 persen dari total utang luar negeri pemerintah dan sektor konstruksi 16,6 persen.
Selain itu sektor jasa pendidikan 16,6 persen, dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 11,8 persen, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 11,2 persen.
Erwin menyebutkan, pertumbuhan utang luar negeri swasta pada akhir November 2020 tumbuh 5,2 persen yoy. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,4 persen yoy.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS
Baca: Ekonom Ingatkan Jokowi: Pemerintah Sedang Mewariskan Utang ke Generasi Mendatang