TEMPO.CO, Jakarta - Setelah dua tahun terakhir defisit, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2020 kembali mengalami surplus, kali ini besarannya mencapai US$ 21,74 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka ini adalah surplus tertinggi dalam 9 tahun terakhir.
"Ini tertinggi sejak 2011," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 15 Januari 2021.
Pada tahun 2011, total impor mencapai US$ 177,3 miliar dan ekspor sebesar US$ 203,62 miliar. Sehingga saat itu, terjadi surplus neraca perdagangan sekitar US$ 26 miliar.
Tapi kala itu, surplus terjadi saat kedua komponen ekspor dan impor mengalami kenaikan. Masing-masing naik 28,9 persen dan 30,8 persen dibandingkan tahun 2010.
Kondisi berbeda terjadi pada 2020 ini, di mana kedua komponen sama-sama mengalami penurunan. Sepanjang 2020, impor tercatat sebesar US$ 141,57 miliar, atau turun 17,3 persen dari tahun sebelumnya.
"Kontraksinya jauh lebih dalam," kata Suhariyanto. Sebab pada 2019, impor juga mengalami kontraksi, tapi lebih rendah yaitu 9,5 persen.
Sementara, ekspor 2020 mencapai US$ 163,31 miliar atau turun 2,6 persen tahun 2019. Kontraksi pada ekspor di 2020 ini lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 6,9 persen.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko sebelumnya menyebut surplus neraca perdagangan per Oktober 2020 diakibatkan oleh impor nonmigas yang mengalami penurunan sejalan permintaan domestik yang belum kuat. Saat itu, neraca perdagangan kembali mencatat surplus sebesar US$ 3,61 miliar.
Baca: Impor Desember 2020 Naik 14 Persen, BPS Catat Pola Tak Biasa