Terdapat delapan orang pemohon dalam gugatan tersebut, yang semuanya merupakan bagian dari BPA Bumiputera, yakni Nurhasanah selaku Ketua BPA, Ibnu Hajar, Maryono, Achmad Jazidie, mendiang Habel Melkias Suwae, Gede Sri Darma, Septina Primawati, dan Khoerul Huda.
Kedelapan orang itu menunjuk Zul Armain Aziz & Associates selaku pengacara, yang mendaftarkan uji materiil kepada MK pada Rabu 15 April 2020. Setelah sepuluh bulan proses persidangan, gugatan mereka menemukan hasil, meskipun tidak semuanya dikabulkan.
BPA Bumiputera mengajukan pengujian Pasal 6 Ayat (3) UU 40/2014, khususnya terkait ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha bersama. Pemohon meminta pembatalan karena UU Perasuransian tersebut mengatur badan hukum usaha bersama dalam PP.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, pemohon menilai poin UU Perasuransian tersebut bertentangan dengan Putusan MK Nomor 32/PPU-IX/2013 tentang Pengujian UU 2/1992 tentang Usaha Perasuransian. UU 2/1992 tersebut mengatur bahwa regulasi terkait bentuk usaha bersama diatur lebih lanjut oleh UU, paling lambat dua tahun enam bulan sejak putusan MK diucapkan pada 3 April 2014.
"Keberadaan Putusan MK Nomor 32/PPU-IX/2013 ternyata tidak segera dtindaklanjuti oleh pembentuk UU, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] dan Presiden. Malah pada 17 Oktober 2014, pembentuk UU ketka mengundangkan UU 40/2014 mengubah bentuk peraturan mengenai bentuk usaha bersama dari diatur lebih lanjut dengan UU menjadi diatur dalam PP," tertulis dalam salinan surat permohonan yang diperoleh Bisnis.
Pemohon menilai bahwa substansi PP 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama bertolak belakang dengan isi Anggaran Dasar (AD) Bumiputera. Beberapa poin di antaranya adalah penggantian istilah BPA menjadi Rapat Umum Anggota (RUA).