TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan hasil analisis tindak pidana perpajakan sepanjang 2020. Hasilnya, terdapat potensi penerimaan negara bila hasil analisis ini ditindaklanjuti penegak hukum.
"Potensi sebesar Rp 20 triliun," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam acara koordinasi tahunan pencegahan pencucian uang dan pendanaan teroris secara virtual pada Kamis, 14 Januari 2021.
Akan tetapi, tidak semuanya merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebagian ada juga yang merupakan peningkatan pajak yang dibayar oleh wajib pajak.
Dian juga melaporkan bahwa sepanjang tahun 2020, hasil analisis PPATK ini telah menghasilkan kontribusi penerimaan negara sebesar Rp 9 triliun. Ini merupakan hasil dari joint operation bersama Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Angka Rp 9 triliun ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Eks Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan upaya meningkatkan penerimaan negara semacam ini sudah berjalan sejak 2013.
"Hingga 11 Desember 2019, PPATK telah membantu penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp 4.97 triliun," kata Badaruddin di gedung PPATK, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.
Saat itu, Badaruddin juga melaporkan potensi penerimaan pajak yang belum dibayarkan oleh wajib pajak. Besarnya mencapai Rp 30,9 miliar.
Baca: Jokowi Minta PPATK Ikut Telusuri Transaksi Keuangan Calon Pejabat Publik
FAJAR PEBRIANTO