Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan popluasi indonesia yang besar dijadikan sasaran pangsa pasar ekspor tekstil dunia, misalnya dari Cina, Bangladesh, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan, pasar Indonesia masih berorientasi pada produk murah atau mementingka barang yang murah.
"Jadi bisa dibayangkan Cina, Vietnam, dan Bangladesh yang menjadi produsen tekstil dunia, kalau barang sisanya saja 3 persen dari jumlah produks dikirim ke Indonesia, maka industri kita akan seperti apa," ujar Jemmy.
Jemmy berharap ada regulasi yang bisa menekan potensi importasi tekstil dan produk tekstil. Menurut dia, kalau industri dalam negeri yang merupakan padat karya itu kolaps, maka peningkatan jumlah pengangguran tidak bisa dibendung. Tak hanya itu, industri tekstil juga berkaitan erat dengan pelaku IKM. "Kalau industri tekstil banjir impor, bukan hanya industri tetapi juga IKM juga terdampak," kata dia.
Koordinator Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Rudi Margono mengatakan masih ada celah untuk melakukan importasi ilegal. Menurut dia, modus yang paling umum adalah impor yang melebihi kuota dari yang ditetapkan.
Dia mengatakan Batam dan Surabaya masih menjadi pintu utama datangnya tekstil ilegal. "Dokumen dimanipulasi. Isi jumlah kontainer beda dengan dokumen. Ada kongkalikong dengan penerima," kata dia.
Baca: Kedelai Batan Diklaim Tinggi Protein dan Rendah Lemak dibanding Produk Impor
LARISSA HUDA