TEMPO.CO, Jakarta - Mantan investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Frans Wenas, menduga cuaca buruk bukan faktor tunggal yang menyebabkan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Ia mensinyalir ada faktor lain, yakni problem pada pesawat yang ditunjukkan dengan tidak menyalanya emergency locator transmitter atau ELT.
"Sriwijaya kesulitan keuangan, otomatis safety (keamanan jadi berkurang). Meski pesawat laik, perlu dipertanyakan mengapa ELT tidak berfungsi," ujar Frans saat dihubungi Tempo pada Rabu, 13 Januari 2021.
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 tidak memancarkan sinyal ketika hilang kontak pada menit ke-empat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Sabtu, 9 Januari lalu. Pesawat rute Jakarta-Pontianak ini kemudian jatuh di sekitar perairan Pulau Lancang dan Pulau Laki setelah terbang di ketinggian 10.900 ribu kaki. Pesawat terdetesi terakhir berada di di ketinggian 250 kaki.
Menurut Frans, insiden kecelakaan pesawat Sriwijaya Air mirip dengan milik pesawat PT Adam Air yang jatuh di Selat Makassar, 1 Januari 2007 lalu. Kecelakaan pesawat Adam Air 574 disebabkan oleh faktor cuaca dan rusaknya sistem navigasi inersia atau IRS.
"Jadi faktor cuaca adalah contributing, bukan faktor utama. Musim hujan memang rawan kecelakaan," tutur Frans yang menjadi investigator dalam kecelakaan Adam Air belasan tahun silam.