Kinerja indeks itu berhasil mengungguli kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terkoreksi 5,09 persen dan indeks LQ45 yang melemah 7,85 persen secara year on year pada 2020.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan pergerakan saham tambang logam terkerek penguatan harga komoditas, mulai dari emas, tembaga, hingga nikel yang masih berlangsung pada awal tahun ini sejak paruh kedua 2020.
“Di samping itu, pergerakan juga tersulut sentimen proyek baterai listrik Indonesia dengan nilai yang cukup jumbo sehingga pasar memiliki ekspektasi besar proyek itu dapat meningkatkan fundamental kinerja emiten logam, terutama ANTM dan INCO,” ujar Alfred kepada Bisnis, Jumat, 8 Januari 2021.
Penguatan diperkirakan berlanjut sembari pasar menanti detail perkembangan baru dari proyek itu, tetapi pergerakan mulai cenderung terbatas. Dia juga menilai pergerakan saham tambang logam ke depan masih akan menjadi penopang utama pergerakan indeks Jakmine dibandingkan dengan saham tambang batu bara.
“Kendati harga batu bara global sudah kembali ke US$ 80 per ton, pasar masih dibayangi sentimen lingkungan yang menyebabkan penguatan tidak sekuat saham tambang logam dan tidak kontribusi cukup besar untuk Jakmine,” kata Alfred.
Sementara itu, analis Sucor Sekuritas Hasan menjelaskan bahwa kabar baik saham tambang logam terutama berasal dari komoditas nikel.
Industri nickel pig iron (NPI) Indonesia dinilai berkembang pesat setelah pada 2020 Indonesia menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Akibatnya, produksi Indonesia untuk bahan baku baja itu diproyeksi naik mencapai 920.00 pada 2022, atau mencakup hampir sepertiga produksi nikel global.
BISNIS
Baca juga: Pasca Kaesang Pangarep Cuit Saham ANTM, Antam Tegaskan Tak Pakai Influencer