"Aset-aset non risk seperti obligasi dianggap punya prospek lebih baik dan aman, terlebih jika dibandingkan dengan saham yang culturenya adalah kepemilikan dan riskan untuk out perform," ujar Fikri. Adapun untuk yield SUN tenor 10 tahun, Fikri memprediksi akan berada di rentang 5,4 persen hingga 5,7 persen.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono berujar emas masih menjadi primadona dalam berinvestasi pada 2021. Walau sempat mengalami koreksi pada akhir tahun, bahkan sempat berada di level US$ 1.700-an per ons troi, Wahyu berujar nilai tersebut masih dalam level konsolidasi emas karena sudah sempat terbang sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan optimisme pasar akibat ditemukannya vaksin dan proses pemulihan ekonomi global.
"Walau tertatih dan sempat turun di bawah 1.800 per ons troi, jelas dan meyakinkan bahwa masih masih akan menguat dalam medium dan long term. Pada hari pertama trading 2021, emas pun kembali menguat signifikan di atas 1.900 per ons troi," ujar Wahyu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pun juga melihat bursa komoditas akan moncer tahun ini. Selama lima tahun terakhir, pergerakan perdagangan bursa komoditas dalam tren penurunan. Namun sejak akhir 2020, Piter melihat sejumlah harga komoditas mengalami perbaikan, seperti batu bara, nikel, minyak sawit mentah, hingga emas.
"Perkiraan saya harga komoditas akan bergerak cukup tinggi pada tahun ini. Pemicunya misalnya lonjakan permintaan batubara termal atau pembatasan ekspor nikel," ujar Piter.