Menurut dia, kondisi tersebut mengakibatkan banyak tanaman cabai yang rusak, sehingga pasokan cabai dari petani ke pengepul atau distributor berkurang dan berdampak terhadap kenaikan harga,
"Kami pun akhirnya menyesuaikan kenaikan harga dari distributor," katanya.
Selain cabai, kenaikan harga terjadi pada telur ayam ras dan daging ayam ras.
Dari pantauan, harga telur ayam ras di Pasar Manis saat ini mencapai Rp 26 ribu per kg atau naik Rp 4.000 per kg dari kondisi normal yang sebesar Rp 22 ribu per kg, sedangkan harga daging ayam ras mencapai Rp 36 ribu per kg atau naik Rp 3.000/kg dari kondisi normal yang sebesar Rp 33 ribu per kg.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Purwokerto Samsun Hadi mengatakan kenaikan harga berbagai jenis cabai, telur ayam ras, dan daging ayam ras turut memicu terjadinya inflasi di Purwokerto dan Cilacap pada Desember 2020.
"Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), inflasi pada bulan Desember 2020 di Purwokerto sebesar 0,33 persen atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,39 persen, sedangkan inflasi di Cilacap sebesar 0,35 persen atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,39 persen," katanya.
Ia mengatakan peningkatan harga secara umum terjadi sejalan dengan permintaan yang meningkat pada periode akhir tahun 2020.
Menurut dia, kenaikan harga telur ayam ras dan daging ayam ras terjadi menyusul kebijakan "cutting" dan "culling program" pada beberapa bulan terakhir untuk pengendalian harga ayam di tingkat peternak.
Sementara kenaikan harga berbagai jenis cabai, kata dia, dipicu oleh berkurangnya produksi akibat musim hujan tinggi dan belum masuknya musim panen raya.
"Di sisi lain, inflasi di Purwokerto dan Cilacap tertahan oleh tren penurunan harga emas perhiasan sejalan dengan perkembangan harga emas global, serta penurunan harga bawang merah seiring mulai masuknya musim panen di wilayah sentra.
Samsun mengatakan Bank Indonesia tetap konsisten menjaga inflasi di kisaran sasaran yang sebesar 3 plus minus 1 persen pada 2021.
Menurut dia, risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian inflasi ke depan, antara lain meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan arah pemulihan ekonomi nasional.
"Dalam hal ini koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya akan terus dilakukan sebagai upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan keterjangkauan harga khususnya untuk bahan kebutuhan pokok," katanya.
ANTARA
Baca juga: BPS DKI: Harga Cabai Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar di Jakarta