TEMPO.CO, Jakarta - Emiten BUMN PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) mengungkapkan arus kas perseroan masih berada di kondisi yang baik, meskipun terdapat risiko pembayaran kewajiban pokok senilai Rp 3,06 triliun dari sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sekretaris Perusahaan Perusahaan Gas Negara Rachmat Hutama menjelaskan dalam melaksanakan kegiatan usahanya yaitu penjualan gas bumi, PGAS merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Industri Minyak dan Gas Bumi dan peraturan di bidang perpajakan, yaitu penjualan gas bumi melalui infrastruktur jaringan pipa yang tidak dikenai PPN sesuai Pasal 4A ayat 2 huruf a UU PPN.
"Oleh karena itu, selama ini PGAS tidak mengutip pajak terhadap konsumen yang membeli gas bumi sesuai dengan peraturan tersebut," paparnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa, 5 Januari 2020.
PGAS berpotensi membayar kewajiban pokok senilai Rp 3,06 triliun ditambah potensi denda setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dari pihak DJP.
Rachmat mengatakan bahwa saat ini perseroan memiliki fasilitas standby loan dari beberapa bank yang siap digunakan perseroan sepanjang 2021 untuk berbagai keperluan.
Untuk rencana investasi atau belanja modal (capital expenditure/capex), emiten berkode saham PGAS itu mengaku juga telah memiliki strategi dan skema pendanaan yang paling optimal disesuaikan dengan tipe dan jenis investasi.