TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN harus membayar kekurangan pembayaran pajak senilai Rp 3,06 triliun plus potensi denda kepada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Sebab, Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Ditjen Pajak terkait sengketa pajak dengan PGN.
Atas putusan MA tersebut, PGN pun akan mengajukan permohonan kepada DJP agar pembayaran bisa dilakukan melalui diangsur, cicilan, atau mekanisme lainnya. Sehingga, perseroan dapat mengatasi kesulitan keuangan dan tetap dapat melaksanakan bisnis ke depannya dengan baik.
"Termasuk menjalankan penugasan pemerintah," kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama dalam surat penjelasannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) tertanggal 30 Desember 2020.
Penjelasan ini disampaikan Rachmat karena BEI lebih dulu berkirim surat ke PGN soal sengketa pajak ini pada 18 Desember 2020. Dalam penjelasan kepada BEI, Rachmat pun juga menjelaskan bahwa ini adalah sengketa atas transaksi tahun 2012 dan 2013.
Permohonan pembayaran secara angsuran ini juga akan disampaikan PGN karena mereka belum membentuk pencadangan atas nilai sengketa tersebut dalam Laporan Keuangan Perseroan per 30 September 2020. Sebab, PGN awalnya masih yakin akan memenangi perkara ini.
Laporan Keuangan ini disampaikan PGN kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 September 2020. Sedangkan, kata Rachmat, perusahaan baru memperoleh informasi adanya putusan PK melalui website MA pada tanggal 18 Desember 2020.
Hingga kini, PGN juga belum menerima salinan putusan secara resmi dari Mahkamah Agung. Setelah nanti putusan diterima, kata Rachmat, barulah perusahaan akan menyiapkan upaya hukum yang akan ditempuh selanjutnya, seperti pengacuan cicilan tersebut.
Baca: Soal Sengketa Pajak PGN Rp 3,06 Triliun, Ini Penjelasan Stafsus Erick Thohir