TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berkisar minus 1,7 persen hingga minus 2,2 persen. Perkiraan ini jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar minus 1,7 persen hingga di level positif 0,6 persen.
“Tantangan perekonomian dengan adanya ekses dari pandemi menyebabkan kerangka pemulihan cukup kompleks,” ujar Sri Mulyani dalam webinar bertajuk ‘Refleksi Awal Tahun 2021 Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia’, Senin, 4 Januari 2021.
Baca Juga: Investor Obligasi Didominasi Perempuan, Sri Mulyani: Negara Utangnya ke Ibu-ibu
Sri Mulyani mengatakan sepanjang tahun, negara mengalami tantangan berat karena pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung mempengaruhi kegiatan ekonomi. Menurut Sri Mulyani, menurunnya aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekspor dan impor turun.
Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang pada krisis sebelumnya menjadi tulang punggung ekonomi pun justru mengalami syok luar biasa. Kondisi ini juga diikuti dengan melorotnya konsumsi serta produksi. Akibatnya, pandemi Covid-19 secara keseluruhan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dari pemerintah tak jauh beda dengan lembaga internasional. Asian Development Bank atau ADB, misalnya, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar minus 2,2 persen.
Sedangkan Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bercokol minus 2,2 persen. Organisasi dan Pembangunan Ekonomi atau OECD mematok taksiran lebih rendah, yaitu -2,4 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani meyakini pertumbuhan ekonomi 2021 sudah mulai menunjukkan angka positif. Salah satu faktornya adalah proses vaksinasi yang mulai berjalan. “Ini tergantung momentum pemulihan yang terjadi dan vaksinasi akan menekan penyebaran Covid-19,” ucapnya.
Pada 2021, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut pemerintah telah merencanakan dana sebesar Rp 403,9 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Dari total dana itu, Rp 25,4 triliun di antaranya akan dialokasikan untuk anggaran kesehatan. Anggaran kesehatan masih akan ditambah dengan belanja yang tidak terserap pada 2020.
Sementara itu, anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 110,2 triliun. Pemerintah pun masih akan memberikan insentif usaha sebesar Rp 20,6 triliun dan dukungan UMKM serta pembiayaan korporasi sebesar Rp 63,84 triliun.