TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, meminta pemerintah tak menggantungkan penanganan Covid-19 semata-mata pada vaksin. Musababnya, hingga awal Januari, uji klinis tahap tiga untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac Biotech Ltd belum kunjung selesai.
“Vaksin Sinovac belum diketahui efektivitasnya karena pengujian tahap III belum selesai. Survei agak kedodoran,” ujar Faisal dalam webinar pada Ahad, 3 Januari 2021.
Faisal berujar, di samping masalah efektivitas dan efikasi, proses vaksinasi membutuhkan waktu lama atau sekitar 15 bulan menurut Kementerian Kesehatan. Menurut dia, sektor-sektor yang terdampak pandemi, seperti pariwisata, tidak bisa menunggu vaksin selesai dilakukan untuk kembali bangkit.
Alih-alih berpangku pada vaksin, Faisal meminta pemerintah konsisten menerapkan kebijakan seperti pembatasan sosial. “Vaksin yang paling ampuh adalah pembatasan sosial,” ucapnya.
Ia juga mendorong pemerintah mempercepat pengetesan. Faial menilai, saat ini jumlah pengetesan spesimen di Indonesia masih sangat minim atau kalah dengan beberapa negara, semisal India.
“Pemerintah takut meningkatkan testing. Kemampuan testing hari libur cuma 20 ribuan. Padahal India satu juta per hari,” ucapnya.
Untuk mempercepat penanganan Covid-19, Faisal mengatakan pemerintah setidaknya perlu meningkatkan pengetesan spesimen menjadi 100 ribu hingga 200 ribu per hari. Semakin banyak pengetesan dilakukan, pemerintah akan semakin cepat menurunkan penyebaran virus corona.