TEMPO.CO, Jakarta - Harga bahan baku kedelai impor saat ini tengah mengalami kenaikan dan memberi dampak pada produsen tahu dan tempe di tanah air. Di tengah kondisi ini, muncul keinginan produsen agar impor kedelai dikembalikan kepada Perum Bulog.
Permintaan ini salah satunya datang dari Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia, Mua'limin. Selama ini, kata dia, impor kedelai dilakukan langsung oleh swasta.
"Masalahnya, harga nggak bisa stabil," kata Mua'limin saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021.
Baca Juga: Harga Kedelai Meroket, Kemendag: Stok Cukup Hingga 3 Bulan Mendatang
Sebelumnya, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin menyebut kenaikan harga kedelai impor ini merupakan dampak meredanya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina. Saat perang dagang kedua negara memanas, harga kedelai impor turun ke level Rp 6.000 per kilogram.
Kini setelah mereda, naik menjadi Rp 9.000 karena permintaan kedelai di Cina meningkat. Kementerian Perdagangan pun membenarkan hal ini. "Permintaan kedelai Cina naik 2 kali lipat," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto.
Suhanto mengatakan, Bulog memang pernah terlibat impor saat terjadi kelangkaan kedelai pada 2013. Tapi di akhir tahun tersebut, Kemendag pun membebaskan impor kedelai oleh siapapun, selain Bulog.
Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/KEP/8/2013 tanggal 28 Agustus 2013 ini merupakan Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang Impor Dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai.
Semenjak keran impor dibebaskan, kata dia, praktis sebenarnya tidak ada masalah lagi dalam ketersediaan bahan baku kedelai. Sampai akhirnya terjadi kenaikan harga pada hari ini.
Tapi Suhanto menyebut ini hanya dampak dari Covid-19, arus logistik yang terganggu, dan permintaan dari Cina yang naik tersebut. Menurut dia, ini adalah hukum pasar yang terjadi ketika permintaan naik.
Sebab di sisi lain, impor kedelai pun bisa dilakukan siapapun karena tidak ada ketentuan Persetujuan Impor (PI). Sehingga, masalah impor ini sepenuhnya menjadi urusan importir.
Walau demikian, kata dia, Kemendag terus berkomunikasi dengan Gakoptindo untuk menjadi ketersediaan bahan baku. Di sisi lain, Kemendag juga terus mendorong produksi petani lokal untuk menutupi kekurangan impor. Tapi, masalah terjadi ini ada di Kementerian Pertanian.
Sementara itu, Syarifudin menyerahkan urusan impor kedelai ini kepada pemerintah dan importir, apakah lewat Bulog atau swasta. "Keinginan kami hanya supaya kebijakan yang ada menguntungkan pengrajin tempe tahu," kata dia.